Sekola Berfola Asrama Tekankan Berfikir Kritis

25 July 2018

JAYAPURA, KOMPAS – Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Papua, bukan hanya kualitas kompetensi murid yang harus ditingkatkan tetapi lebih utama kompetensi guru. Untuk mempercepat tujuan itu, sekolah berpola asrama diyakini akan bisa menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran bagi murid dan guru tak hanya di jam sekolah tetapi juga di luar jam sekolah dengan bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Namun muncul kekhawatiran sekolah berpola asrama ini tidak akan berhasil mengingat pemerintah pernah membuat model sekolah serupa dan dianggap tidak berhasil. Saat ini sudah ada 90 sekolah berasrama di Papua, salah satunya sekolah khusus olahraga. Namun sekolah ini tidak berjalan karena tidak ada biaya operasional sekolah dan biaya hidup untuk murid.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi pendidikan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Minggu (15/7/2018), di Jayapura, Papua.

Salah satu peserta diskusi, Martin, mengutarakan kekhawatirannya sekolah berpola asrama tidak akan berhasil. Dia mengatakan, bangunan sekolah khusus olahraga tersebut sudah dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan. “Biaya dan pembagian tanggung jawab, apakah pemerintah pusat atau daerah, itu yang bikin repot,” ujarnya.

Presiden Indonesia American Society of Academics (IASA) dan Presiden Indonesian Diaspora Network-United (IDN-U), Herry Utomo, menjelaskan, sekolah berpola asrama yang diusulkan para guru besar diaspora di Amerika Serikat ini berbeda dengan sekolah berpola asrama yang sudah ada sebelumnya. Perbedaan ada pada isi atau “piranti lunaknya”. Konsep sekolah ini selain berasrama, suasana belajar dilakukan tak hanya di jam belajar intrakurikuler tetapi juga ekstrakurikuler.

Konsep sekolah ini selain berasrama, suasana belajar dilakukan tak hanya di jam belajar intrakurikuler tetapi juga ekstrakurikuler.

“Ini bukan bentuk drill belajar tetapi mengkondisikan anak-anak untuk belajar berkelanjutan. Kita ingin anak-anak mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif,” kata Herry.

Pembelajar aktif

Sekolah berpola asrama ini akan menggunakan kurikulum yang saat ini berlaku, yakni Kurikulum 2013, tetapi lebih total mendorong murid menjadi pembelajar aktif yang akan menggali informasi tak hanya di ruang kelas tetapi juga di luar ruang kelas dengan memanfaatkan teknologi dan alat belajar seperti tablet. Dengan sistem tablet ini yang memuat aneka ragam materi ajar, kata Herry, setiap anak akan bisa belajar sesuai dengan kebutuhannya.

“Kebutuhan masing-masing anak bisa dipenuhi karena pasti berbeda. Perkembangan setiap anak pun berbeda,” kata Herry, Guru Besar di Louisiana State University, Baton Rouge, AS itu.

Guru Besar bidang Ilmu Komputer di Grand Valley State University, Grand Rapids, AS, Hans Dulimarta, menambahkan, kurikulum totalitas usulan IASA ini tidak akan mengurangi jam belajar melainkan hanya mengalihkan dari yang semula 100 persen tatap muka menjadi sebagian kegiatan ekstrakurikuler. Ini akan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengeksplorasi informasi secara mandiri. “Untuk itu, perlu dibuatkan materi yang bisa diakses anak secara interaktif,” ujarnya.

Hal senada ditekankan Chairman IASA Edward Wanandi. Setelah IASA melakukan survei ke berbagai daerah di Papua selama dua tahun terakhir disimpulkan bahwa tanpa sekolah berpola asrama yang bisa memberikan ekstra waktu dan ekstrakurikuler, maka tidak akan ada kesempatan untuk meningkatkan kualitas murid.

Tanpa sekolah berpola asrama yang bisa memberikan ekstra waktu dan ekstrakurikuler, maka tidak akan ada kesempatan untuk meningkatkan kualitas murid.

“Jika ingin anak-anak Papua berkompetisi sehat dengan di luar Papua, berikan kesempatan untuk mereka,” kata Edward.

Kompetensi guru

Selain memberikan metode yang berbeda, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan Daerah, James Modouw, juga menekankan pentingnya mengubah pola pikir murid dan guru. Apalagi dengan kurikulum 2013 yang menekankan cara belajar mandiri dengan materi ajar yang integratif. Untuk bisa mencapai tujuan itu, fokus perbaikan semestinya pada kompetensi guru. “Selama guru mengajar satu arah dan instruktif, pembelajaran tidak akan berhasil,” ujarnya.

Selama guru mengajar satu arah dan instruktif, pembelajaran tidak akan berhasil,

Kekhawatiran yang sama terhadap guru juga dikemukakan Ketua Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Papua Barat Adrian Howay. Karena berasal dari latar belakang daerah dan pola hidup yang berbeda, apakah tinggal di pesisir, pedalaman, atau pegunungan. Walaupun akhirnya gawang kemasukan, Tim LKG SKF Indonesia berhak masuk ke semifinal Gothia Cup 2018 Kategori Boys 15 setelah menang tipis atas KINNA IF dengan skor 2-1. penanganan guru juga harus berbeda-beda. Guru dan murid harus sama-sama mendapatkan pembinaan yang khusus karena tanpa itu guru akan kembali ke cara mengajar asal-asalan.

“Meski sudah dapat pelatihan, kembali ke sekolah kembali lagi asalasalan mendampingi murid. Yang penting anak naik kelas dan orangtua senang,” ujarnya.

Penguatan KPPD Jabar: “Kuatkan Kolaborasi, Wujudkan Sinergi untuk Percepatan Transformasi Pendidikan”

Inisiasi Balai Besar Guru Penggerak Jawa Barat membentuk KPPD Jawa Barat (Komunitas Penggerak Pendidikan Daerah) membuahkan kolaborasi luar biasa untuk

Launching Jurnal Diferensiasi Open Jurnal System (OJS) BBGP Jawa Barat

#Sahabat, BBGP Jawa Barat menyelenggarakan Launching Jurnal Diferensiasi Open Jurnal System (OJS) pada 29 Juni 2022 di Bale Raos, Kraton

Lapor Beri Kami Penilaian WhatsApp