Pengelanan Inklusi di Taman Kanak-kanak
10 January 2018
Pengenalan Inklusi di Taman Kanak-kanak: G to G partnership antara PPPPTK TK dan PLB, Bandung dengan Sydney University, Australia
“…only inlusive education can provide both quality education and social development for persons with disabilities…” (United Nations, General Comment no. 4, Article 24: Right to inlusive education no 2, 2016, p. 1)
Peserta pelatihan Australia Awards Fellowship
Mendengar kata Inklusi, yang terbayang di benak kita adalah bersatunya anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) bersama anak reguler dalam kelas di sebuah sekolah umum. Pandangan ini tentu tidak salah dan inilah definisi umum yang masyarakat yakini. Pada satu sisi inklusi dianggap sebagai solusi satu-satunya untuk memberikan kontribusi positif baik itu untuk ABK maupun anak reguler lainnya. Di sisi lain, pesatnya perkembangan pada dunia pendidikan saat ini memberikan tantangan tersendiri bagi semua pihak yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusi. Taman Kanak-kanak, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang diakui eksistensinya sebagai lembaga pendidikan formal paling dasar di Indonesia juga tak luput dari sasaran penyelenggaraan inklusi. Hampir di setiap daerah di Indonesia ada saja TK yang memproklamirkan diri sebagai TK inklusi sebagai dampak dari keseriusan pemerintah setempat untuk memenuhi ajakan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang perlunya setiap daerah untuk mempunyai lembaga penyelenggara pendidikan inklusi, walaupun yang disyaratkan hanya satu SD dan satu SMP di setiap Kabupaten/Kota.
Kerjasama PPPPTK TK dan PLB dengan Sydney University, Australia
Menindaklanjuti gigihnya PPPPTK TK dan PLB dalam menajajaki pendidikan inklusi di Indonesia, maka Pemerintah Australia melalui Associate Prof David Evans dari Sydney Univeristy melakukan kerjasama serius G to G dalam bentuk pemberian beasiswa untuk 15 orang PTK di Indonesia untuk mempelajari lebih dalam tentang inklusi di Australia, tepatnya di Sydney University. PPPPTK TK dan PLB ditunjuk untuk melakukan penyeleksian terhadap 14 orang yang berhak untuk mendapatkan beasiswa bergengsi ini ditambah 1 orang peserta dari hasil seleksi internal Sydney University. Sebanyak empat orang pegawai PPPPTK TK dan PLB, 8 orang guru dan Kepala Sekolah TK, 2 orang guru SLB, serta 1 orang dosen UNY berhasil terjaring dan diberikan kesempatan untuk mengkaji dan belajar langsung dari para pakar inklusi di Australia dalam bentuk Short Course “Achieving Education for all Through Indonesian-Australian Collaborations”.
Lima belas orang yang tergabung dalam skema Australian Awards Fellowship ini mendapat biaya penuh (fully funded) dari pemerintah Australia baik dari biaya course akomodasi, transportasi pulang pergi, dan biaya hidup (living cost), selama tiga minggu belajar di Australia . Selama 3 minggu ini pula bergantian para pakar inklusi memberikan pengetahuan dan wawasan baik dari segi teori, kebijakan, sampai ke praktek setting kelas inklusi yang dijalankan di Australia.
Bapak Kepala PPPPTK TK dan PLB, Drs. Sam Yhon, MM, pun menghadiri langsung pembekalan para peserta terpilih dan memberikan arahan kepada peserta agar memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang diberikan. Beliau juga menekankan menjaga nama baik diri, instansi, PPPPTK TK dan PLB, serta nama baik Indonesia selain peserta juga ditekankan untuk aktif dan menggali sebanyak-banyaknya ilmu yang bisa diterapkan sepulang dari sana. Senada dengan Kepala PPPPTK TK dan PLB, Bapak Kepala Bidang Program dan Informasi PPPPTK TK dan PLB, Dr. Agus Mulyadi, M.Pd, menekankan hal yang sama dengan turut pula membekali peserta dengan konsep dasar pendidikan inklusi yang bisa dikembangkan tiap individu agar mempunyai spesialisasi keahlian berbeda. Raw input, instrumental input, enviromental input dan ekternal input, serta expected output adalah 4 hal yang bisa dipelajari lebih lanjut oleh peserta sesuai dengan tingkat ketertarikan masing-masing.
Education for all? Really?
Education for all, demikian slogan pendidikan inklusi yang diambil dari kesepatakan Salamanca, 1994. Menurut Associate Profesor David Evans, justru kata “semua” ini adalah kata yang berbahaya. Ketika kita mempercayai bahwa benar inklusi artinya memasukkan semua ABK ke dalam setting kelas reguler, maka kita juga harus sudah siap dengan berbagai kondisi ABK yang beragam, termasuk di setting Taman Kanak-kanak
Di Australia sendiri, tentu keadaan ini tidak menjadi masalah mengingat semua infrastruktur dan sumber daya yang terbilang sangat layak. Dalam kunjungan ke sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta selama pelatihan di sana, terlihat para sekolah sangat cakap dan mumpuni memenuhi kebutuhan ABK yang beragam, mulai dari tuna daksa, tuna netra, cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CIBI) sampai ke autis. Para guru yang terlatih, adanya guru konsultan khusus untuk guru yang menemui masalah dalam menangani ABK di kelas, kurikulum penyesuaian untuk ABK, dan setting kelas dan sekolah, serta sederat program khusus inklusi pun sudah demikian layak untuk menampung semua kebutuhan pendidikan ABK dan siswa reguler.
Berbeda dengan di Indonesia, menurut Pak Zain peserta dari Papua dan Bu Nuri peserta dari Yogyakarta, yang merupakan guru SLB, di Yogyakarta khususnya , ABK yang diterima di sekolah inklusi baru sebatas mereka dengan keterbatasan fisik saja. Sedangkan untuk ABK dengan keterbatasan mental dan intelejensi masih disekolahkan di SLB. Alasan yang cukup masuk akal, dikarenakan memang keterbatasan sumber daya khususnya sumber daya tenaga serta kompetensi pengajar yang mampu mengajar ABK dan siswa reguler sekaligus dalam satu kelas. Hal senada juga disampaikan para peserta lain yang merupakan guru dan kepala sekolah TK, Ibu Eka Putri Handayani, di sekolahnya memang menerima ABK, tapi paling sebatas yang hyper aktif ringan dan catat fisik saja.
Sangat disayangkan, padahal menurut salah seorang pakar inklusi lain di Sydney University, Dr Amanda Niland, menerima ABK di sekolah TK mempunyai keuntungan tersendiri. Setidaknya ada 4 manfaat menerepakan pendidikan inklusi di TK:
1. Semua anak akan belajar keterampilan bahasa, sosial, bermain dan beripikir dari interaksi antar siswa
2. Bagi anak reguler, mereka belajar untuk bersikap empati dan memahami perbedaan
3. Anak-anak merasakan perasaan saling memiliki yang lebih kuat
4. Anak-anak bisa menunjukkan cara bagi orang dewasa.
Masih menurut Dr Amanda, dalam setting kelas TK, hal pokok yang menjadi perhatian dalam kelas inklusi adalah menghilangkan kesenjangan, sehingga semua anak bisa bisa berpartisipasi dalam setiap aktifitas kelas dan merasa diterima dan dihargai. Kita tidak ingin sesumbar menjadi sekolah inklusi namun dalam praktek pembelajaran di kelasnya ABK hanya menjadi penonton proses KBM atau bisa jadi menyendiri di pojokan tanpa ada yang peduli.
Tantangan dalam penerapan inklusi di TK
Pada saat kuliah perdana pelatihan yang diisi oleh Dr Lani Florian, dosen tamu dari The University of Edinburgh, London, beliau menekankan bahwa kunci utama dalam penerapan inklusi adalah tentang kolaborasi dari semua pihak yang terkait, mulai dari guru, kepala sekolah, staf sekolah, siswa, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Apabila salah satu saja ada pihak yang tidak turut serta mendukung penerapan inklusi, maka akan sangat mungkin penerapan inklusi tersebut tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Pada sisi lain, hampir semua pembicara pelatihan menekankan bahwa tantangan utama dalam pendidikan baik di Australia maupun di belahan dunia lainnnya adalah pola pikir guru (teachers’ mind-sets). Pola pikir guru nyaris menyita sebagian besar kegagalan penerapan inklusi, termasuk juga di Indonesia. Apabila datang ABK yang mau bergabung dalam kelas yang akan diajar, maka sebagian besar guru akan langsung membayangkan akan betapa repotnya mereka di hari-hari ke depan. Sehingga yang mereka lakukan adalah menolak ABK tersebut.
Tentu pola pikir ini terjadi bukan tanpa alasan. Merasa tidak mempunya kompetensi yang mumpuni untuk mengurus kelas yang ada ABK nya adalah alasan utama. Para guru justru akan merasa kebingungan bila kemudian mereka menerima ABK tapi tidak tahu harus berbuat apa terhadap mereka.
Selain itu faktor kepemimpinan dalam lingkup sekolah juga sangat mempengaruhi kesukseskan peneraan inklusi. Berkaca dari salah satu sekolah yang dikunjungi yaitu Mater Dei Primary School di Wagga Wagga, bagaimana seorang kepala sekolah sukses menerapkan pendidikan inklusi di sekolahnya. Banyak program yang beliau lakukan seperti adanya support centre untuk guru yang mempunyai anak ABK di sekolahnya, guru pendamping, bantuan sesama teman, membangun komunitas guru dan orangtua, program kelas khusus untuk ABK yang membutuhkan perhatian khusus dan banyak program lainnya terbukti sukses membuat sekolah Mater Dei Wagga Wagga sebagai sekolah terbaik dalam penerapan inklusi.
Hal lain seperti sikap orang tua agar mau menyekolahkan anaknya di sekolah biasa dan mendukung program sekolah juga penting. Kebanyakan orang tua ABK terima beres, tanpa mau turut andil dalam membantu anaknya di luar sekolah.
Apa yang harus dilakukan
Dalam pemaparannya yang diambil dari jurnal karya Hoppey dan McLeskey, 2014, halaman 18, Associate Professor David Evans, menekankan bahwa kualitas-kualitas dari sekolah inklusi yang efektif bisa dilihat dari dua hal, yaitu:
1. Kualitas budaya dan organisasi sekolah:
– Pentingnya menyatukan visi yang sama
– Adanya dukungan guru dan tenaga administrasi yang meningkatkan kolaborasi, pengambilan keputusan bersama, dan kepemimpinan yang merata.
– Fokus pada pemecahan masalah yang didasarkan pada data
– Penggunaan secara efesien dan efektif terhadap sumber daya yang ada
2. Instruksi dalam kelas:
– Kualitas intruksi yang bagus untuk semua kelas
– Adanya pelatihan yang terpusat pada pelajar
Semua sepakat tentu tidak mudah mengubah semuanya dalam waktu yang singkat kemudian memperoleh banyak manfaat. Namun semangat untuk membuat pendidikan di TK lebih baik, baik ABK dan anak reguler tentu akan menjadi pecut yang berguna.
Bagi guru, bisa mulai dari sekarang mencari tahu informasi tentang pendidikan inklusi di TK baik dari bacaan, pelatihan maupun studi banding ke TK-TK yang sudah menerapkan pendidikan inklusi. Dari segi kepemimpinan, Kepala Sekolah juga bisa mulai mendukung dan memfasilitasi gurunya untuk meningkatkan komptensi mereka di bidang inklusi (professional learning/development) lalu memfasilitas lingkungan sekolah ke arah sekolah inklusi.
Sebagai masyarakat kita juga bisa menyebarkan virus kebaikan inklusi di antara para orang tua dan masyarakat lain. Bukankah sebenarnya kita sendiri hidup dalam lingkungan inklusi dengan berbagai macam latar belakang dan kemampuan yang berbeda dengan orang lain, dan hal inilah yang membuat kita semakin menyadari arti pentingnya bersosialisasi.
PPPPTK TK dan PLB sebagai ujung tombak Kementerian Pendidikan pun sudah sejak lama berkemas untuk menjadi sumur ilmu tentang inklusi. Berbagai pelatihan tentang inklusi, seminar, dan workshop telah, sedang, dan akan terus dilaksanakan. Paling tidak saat ini PPPPTK TK dan PLB sudah mempunyai 14 orang tenaga tambahan untuk menggempur kemajuan pendidikan inklusi di Indonesia, khususnya di TK.
Tidak hanya sekali ini pula PPPPTK TK dan PLB menjalin kerjasama dengan pihak luar negeri agar ilmu perkembangan tentang dunia inklusi semakin tertampung di lembaga ini. Tahun 2018 setidaknya negara Sakura Jepang, negara paman Sam Amerika dan negara Kangguru Australia sudah mengikat diri untuk bermitra dalam mengawal ilmu inklusi yang terus bertambah.
Harapan dan semangat
Apakah saat ini Indonesia ketinggalan jauh dalam pendidikan inklusi dengan negara lain? Tidak, kita telah, sedang, dan akan mengembangkan terus pendidikan inklusi. Bisa bisa jadi kita hanya telat start, tapi insya_Alloh bisa sejajar di garis finish bila semua pihak turut mendukung untuk kesuksesan pendidikan inklusi di Indonesia.
Hasil dari short course ini tentu saja tidak bertengger sebatas penambahan ilmu teori semata. Setidaknya mulai dari Papua, Sulawesi, Maluku, Lampung sampai ke Medan semua peserta sudah mulai berkiprah di tahap implementasi mulai dari desiminasi tingkat sekolah sampai ke tingkat kab/kota. Ada juga yang menggugah semangat lewat tulisan di media masa. Semuanya bergerak. Seperti kata Ustadz Aa Gym, lakukan dari hal kecil, lakukan dari diri sendiri, dan lakukan sekarang juga. Semoga.
Berita Lainnya
Seminar dan Workshop Penguatan Implementasi Kurikulum Merdeka Regional 1
Bekasi (26/11), untuk meningkatkan pemahaman Guru dan Tenaga Kependidikan tentang kurikulum merdeka dan meningkatkan kualitas implementasi kurikulum merdeka BBGP Provinsi
PORSENI NASIONAL IX IGTKI – PGRI
Membangkitkan Kesadaran Kolektif dan Sportivitas Guru TK dalam Melestarikan Budaya Bangsa Kamis, 1 November 2018, PORSENI Nasional IX dibuka oleh
Lokakarya 4 Program Guru Penggerak Angkatan 9: Penguatan Praktik Coaching
Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 9 kembali menggelar Lokakarya 4. Setelah mengikuti lokakarya, diharapkan peserta mampu menunjukkan kemampuan coaching yang