Hati-Hati, Ada Delapan Pasal Berujung Pidana Jika Salah Mengelola Arsip
15 March 2019
JAKARTA – Dalam menyelenggarakan pekerjaan, setiap satker memiliki tanggungjawab akan pengelolaan kearsipan. Masalah yang sering ditemui pada satker, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, adalah minimnya SDM. Selain itu, juga kurangnya tempat atau sarpras untuk menampung arsip.
Hal ini disampaikan oleh Bambang Handoyo dalam pembukaan acara Kegiatan Bimbingan Teknis Kearsipan Dinamis di lingkungan Ditjen GTK Kemdikbud di Hotel Aston, Bekasi pada Kamis (14/03).
Lebih lanjut, arsiparis madya Biro Umum Setjen Kemdikbud ini menjelaskan jika arsip dikelola secara dinamis, maka akan menghasilkan output yang informatif dari hasil-hasil pencapaian kerja satker.
Jika tidak, akan ada sanksinya. Tidak main-main, ada delapan pasal yang mengatur tentang pidana dan sanksi dalam pengelolaan kearsipan.
Hal ini diatur dalam Undang Undang Kearsipan pasal 81 hingga pasal 88. Sanksinya tidak sembarangan. Mulai dari hukuman 1 tahun hingga 5 tahun kurungan penjara. Hingga denda mulai dari lima juta sampai 250 juta rupiah. Tidak percaya?
“Ya silahkan saja dicoba,” tantangnya yang disambut gelak tawa para peserta.
Untuk itu Kemdikbud mengeluarkan peraturan mengenai tata kearsipan di kemdikbud melalui Permendikbud no 68 tahun 2016.
“Ikuti saja ini (permendikbud 68), dijamin bebas dari sanksi tadi,” pungkasnya.
Bimbingan teknis diikuti oleh semua P4TK ditambah LP2KS dan LP3 KPTK. Tiap satker diwakili oleh enam peserta. Kegiatan dimulai pada Kamis (14/03) hingga empat hari ke depan.
(adhi arsandi)
Karya GTK Lainnya
Self Service di Laundry Umum di Korea Selatan
Banyak yang bisa dipelajari atau mungkin diimitasi ketika kita berkunjung kesebuah tempat/Negara baru. Salah satunya tempat cuci pakaian atau yang
Mengoptimalkan Peran Ekosistem Pendidikan
Hal tersebut disampaikan oleh kepala bagian umum PPPPTK TK dan PLB dalam acara pembukaan kegiatan CBT (Competence Based Training) atau
“Surat Cinta” Guru ke Orangtua Murid
Ni Komang Sutarmi tak kuasa menahan rasa haru ketika membacakan sepucuk surat. Raut mukanya sedih. Suaranya lirih tak mampu lagi