Merdeka Belajar Untuk Semua Anak
13 October 2020
Kementerian Pendidikan dan Kebudayan terus melakukan upaya-upaya berkelanjutan dalam memberikan akses terbaik bagi anak-anak di Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Tak terkecuali anak dengan hambatan majemuk. Hal ini sesuai dengan transformasi Pendidikan Indonesia. Yakni menuju merdeka belajar untuk semua anak.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Iwan Syahril saat membuka Webinar Internasional dengan tajuk Educational for Alls Challenge: Unity for a Brighter Future yang diselenggarakan oleh PPPPTK TK dan PLB pada Senin (12/10) lalu.
Tantangan dunia pendidikan di Indonesia adalah masih kurangnya kapasitas dalam memenuhi kebutuhan belajar. ”Terutama anak-anak dengan hambatan ganda ini,” ujar pak Dirjen.
Sehingga, menurut Pak Dirjen semua pihak termasuk universitas perlu membekali para calon guru dalam memberikan dukungan bagi anak-anak dengan hambatan majemuk.
”Sejak di bangku kuliah, calon-calon guru ini sudah harus aware dengan kondisi-kondisi pendidikan pada lingkup anak denganMDVI (multiple disabilities with visual assessment),” ungkapnya.
Kompetensi guru di Indonesia mengenai MDVI terus ditingkatkan oleh Kemdikbud. Salah satunya tentu program yang dikembangkan oleh PPPPTK TK dan PLB bersama Perkins International. Kolaborasi keduanya berjalan sebagai wujud upaya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam peningkatkan kompetensi guru di Indonesia. Khususnya kompetensi mendidik anak dengan MDVI atau hambatan ganda.
Kepala PPPPTK TK dan PLB, Bapak Abu Khaer dalam sambutannya mengajak semua pihak bersinergi dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus sehingga Pendidikan untuk semua akan terwujud.
”Setiap anak-anak adalah amanah yang dititipkan oleh para orangtua dan pendidik. Dengan segala keterbatasan, anak-anak tersebut akan sanggup berkarya dan berkontribusi untuk bangsa pada saatnya tiba,” tegas pak Abu Khaer
Peran penting Kemdikbud, dalam hal ini PPPPTKTK dan PLB dalam meningkatkan kompetensi guru mendapat apresiasi dari Direktur Asia Pasifik, Deborah Gleason. Dalam sambutannya, Deborah memandang bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu Lembaga yang paling berkomitmen di dunia saat ini dalam meningkatkan program bagi anak-anak dengan MDVI. Selain pelatihan yang saat ini sedang dilakukan oleh PPPPTK TK dan PLB, di Indonesia juga telah disusun panduan pengembangan kurikulum bagi anak-anak dengan MDVI.
Sementara Direktur Perkins International mengharapkan peran semua pihak. Bukan hanya dari pihak Pemerintah (Kemdikbud), melainkan dukungan semua pihak.
”Memerlukan dukungan dari semua. Orangtua, guru, pihak universitas dan pemerintah dapat bersama-sama bekerja untuk memperjuangkan hak-hak Pendidikan bagi anak-anak dengan MDVI sebagian bagian dari usaha untuk mewujudkan Pendidikan untuk semua,” ujarnya.
Webinar Internasional Educational for Alls Challenge: Unity for a Brighter Future menampilkan lima orang narasumber. Semua merupakan para inisiator di bidangnya Baik dari luar maupun dalam negeri.
Pemateri pertama yaitu Ed Bosso, seorang Superintendent dari Perkins School for the Blind, Boston Amerika Serikat. Ed Boso menyampaikan bahwa penting bagi kita untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan apa yang ada. Lalu membuat rencana bagaimana mengatasi berbagai tantangan tersebut bersama-sama. Faktor pengetahuan juga sangat penting bagi pendidik. Karena pengetahuan yang kemudian mengubah kepercayaan dan keyakinan, sehingga kita akan mengubah tantangan menjadi sebuah peluang.
”Perubahan bukanlah hal yang mudah, perlu adanya ketekunan dan komitmen agar itu terjadi,” ujarnya.
Pemateri ke dua adalah Dr. Namita Jacob, Director Chetana Trust India. Dalam presentasinya, Dr. Namita memfokuskan pada bagaimana dunia Pendidikan beradaptasi dan menghadapi tantangan di masa pandemic. Ada beberapa langkah menurut Namita. Pertama adalah mencari informasi sebanyak mungkin dan memastikan keselamatan. Lalu langkah ke dua membangun kolaborasi dan kontribusi antar komunitas. Kemudian langkah ke 3 adalah saling berbagi pengalaman, pengetahuan dan mimpi. Dan langkah ke empat mulai memasuki kenormalan yang baru seperti dalam kolaborasi, lalumempersiapkan keluarga dan penyedia layanan pendidikan.
”Dengan empat langkah solutif tersebut, semua pihak yang bekerja dengan anak dapat menghadapi situasi pandemi ini dengan tetap mempertahankan kualitas pendidikan yang diberikan,”beber Namita.
Kemudian pembicara ke tiga adalah Zamir Dhale, seorang Pendiri Society for Empowerment of Deafblind (SEBD) di India. SEBD merupakan organisasi deafblind di India. Zamir menyampaikan bahwa individu dengan Deafblind masih mengalami tantangan. Hal itu terkait dengan pengakuan dan pemenuhan hak-haknya. Faktor inilah yang mendorong keinginan untuk meningkatkan kapasitas individu melalui kerjasama dengan Hellen Keller International.
”Kami ingin terus meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk terus memberikan dukungan bagi para Deafblind di India untuk bisa hidup lebih baik lagi,” tegas Zamir.
Pada sesi Pembicara ke empat ada Linda Choy dari PAVIC (Parent Advocates for Visual Impaired Children) Filipina. Mrs. Linda menyampaikan pentingnya para orangtua untuk bekerjasama dengan para guru dan tenaga lain. Selain itu Linda juga menekankan para orangtua untuk saling bersatu dan berkolaborasi satu sama lain.
”Bersama PAVIC, kami ingin para orangtua lebih memiliki wadah untuk mengadvokasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya dukungan bagi anak-anak yang hambatan penglihatan,” ujar Linda.
Selain pembicara dari luar negeri, ada juga pemateri dari dalam. Pembicara ke 5 ada Ibu Irma Koswara, orangtua dari anak dengan hambatan majemuk. Di sesi ini, Irma berbagi pengalamannya bagaimana membesarkan puteranya, Armando. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan Pendidikan.
Irma menekankan pentingnya orangtua untuk tahu betul bagaimana kondisi anaknya dan bagaimana anaknya bisa belajar. Pesan Ibu Irma kepada para guru adalah penting sekali bagi guru dan sekolah untuk mendengar informasi dari orangtua karena para orangtua dan keluargalah yang tahu betul kemampuan anaknya.
”Apa yang kita )orang tua, red) sampaikan adalah informasi yang perlu untuk menjadi pertimbangan sekolah dan guru dalam menyusun program untuk siswa,” ungkapnya.
Lalu pembicara ke lima yakni Dede Supriyanto. Seorang Widyaiswara Departemen PLB PPPPTK TK PLB. Dede menekankan pentingnya usaha bersama untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah anak-anak MDVI.
”Partisipasi sekolah anak MDVI ini kecil sekali. Hanya 4 persen,” ungkap Dede.
Menurutnya, ada dua tantangan utama dalam Pendidikan bagi anak-anak MDVI. Yakni masih banyaknya anak MDVI yang belum masuk ke dalam sistem pendidikan dan masih kurangnya guru-guru yang terlatih untuk mendidiknya.
Lalu apa solusinya? ”Pentingnya pelatihan bagi guru sistematis dan berjenjang, pembentukan sekolah model, kerjasama dengan keluarga, dan kolaborasi antar pihak,” jawab Dede.
Kegiatan Webinar dihadiri oleh perwakilan kementrian dari negara lain seperti Malaysia, Thailand, Iran dan Brunei Darussalam. Selain itu perwakilan dari Organisasi Masyarkat baik dalam dan luar negeri juga hadir seperti Yayasan layak Indoensia, CBM, Hellen Keller Indonesia, PAVIC, dan dari perwakilan universitas seperti UNJ, UPI dan UNY. Webinar juga disiarkan secara langsung melalui live streaming pada paltform media sosial PPPPTK TK dan PLB. (dede &adhi)
Berita Lainnya
Suntikan semangat dari Parlemen untuk IN Region Tasikmalaya
Tasikmalaya (21/9). Gema persiapan dan pelaksanaan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) mulai semarak di berbagai kota. Tasikmalaya salah satunya. Untuk
Banyak Peminat, Diklat Daring Portofilio Digital Digelar Lima Gelombang
Bekerja di rumah, tentunya tidak membuat PPPPTK TK dan PLB berhenti “menyapa” guru lewat program diklatnya. Beberapa Program Diklat daring